Dokumenter Pembuatan GWK Tayang Perdana Di Festival Film Internasional

GayaKeren.idSculpting The Giant adalah film dokumenter panjang perdana garapan rumah produksi Seeds Motion asal Bandung yang disutradarai duo sutradara muda, Banu Wirandoko dan Rheza Arden Wiguna. Seeds Motion bekerja sama dengan Global Film Solutions Indonesia, Phiwedari Indonesian Film Distribution dan Focused Equipment, membawa Sculpting The Giant ke depan penonton Indonesia dan dunia perdana pada ajang Vancouver International Film Festival 2023.

Sculpting The Giant bercerita tentang perjuangan seorang pematung asal Indonesia, Nyoman Nuarta dalam membuat salah satu patung terbesar di dunia; Garuda Wisnu Kencana. Film ini menyuguhkan sudut pandang yang belum pernah diungkap sebelumnya dari perjalanan pembuatan Garuda Wisnu Kencana yang memakan waktu hingga selama 28 tahun.  Sculpting The Giant menjadi film dokumenter penuh dengan intrik keluarga, politik, dan bisnis; diceritakan dengan sinematografi indah oleh sinematografer dan editor Dini Aristya dan scoring orisinil oleh penata musik Bintang Rajasawardhana.

Maulana Aziz, produser Sculpting The Giant menyatakan, “Film pertama kami ini adalah produksi paling panjang yang pernah kami alami, 7 tahun termasuk melewati 2 tahun masa pandemi Covid-19. Penayangan perdana di Vancouver International Film Festival menjadi titik cerah dan membuat jerih payah kami selama ini terbayarkan. Tentunya, yang paling kami inginkan adalah agar film ini segera tayang di Indonesia.”

Vancouver International Film Festival adalah ajang yang sudah berlangsung selama 41 edisi yang dimulai semenjak tahun 1982. Festival film ini merupakan salah satu ajang bergengsi di dunia dan pernah menjadi tempat film-film Indonesia mendapatkan prestasi internasional seperti, film “Eliana, Eliana” yang disutradarai oleh Riri Riza yang memenangkan Dragons and Tigers Special Mention pada tahun 2002, “Yuni” (2021), “Athirah” (2019), dan “Gie” (2005). Di antara karya film dari Indonesia yang pernah terpilih, Sculpting The Giant menjadi salah satu pionir film dokumenter panjang Indonesia yang berhasil terpilih untuk tayang di Vancouver International Film Festival.

Sang sutradara Rheza Arden Wiguna mengungkapkan, “Sebenarnya agak kaget ketika mendengar Sculpting The Giant terpilih untuk tayang di Vancouver, apalagi ini film pertama kami jadi kami belum percaya diri kalau filmnya bisa nyangkut di festival besar kayak VIFF. Jadi kami happy go lucky aja.”

Sementara Banu Wirandoko Banu menambahkan, “Penayangan STG di Vancouver jadi berita menyenangkan sekali buat kru produksi yang telah mengerjakan film ini selama bertahun-tahun. Akhirnya Sculpting The Giant resmi dirilis dan tayang di festival film, rasanya khayalan kami dulu ketika dijemur terik matahari Bali dan bermimpi untuk dapat mencipta suatu karya yang dapat diakui dunia kini jadi kenyataan.”

Pada akhir tahun 2019, Banu, Rheza, dan tim baru saja menyelesaikan proses editing awal ketika kemudian pandemi Covid-19 terjadi. Semua proses pasca-produksi berhenti dan Seeds Motion fokus mencari cara untuk bertahan selama pandemi berlangsung.

“Sempat terpikir untuk menyerah dan tidak melanjutkan proses pasca-produksi Sculpting The Giant, tapi setiap mau menyerah kami berpikir dua kali, karena sudah mencurahkan waktu dan tenaga dan juga jerih payah banyak pihak. Perlahan kami kumpulkan uang dan waktu guna menyelesaikan proses pasca-produksi. Terinspirasi dari perjuangan Nyoman Nuarta dalam menyelesaikan sebuah mahakarya, kami betul-betul merasakan bagaimana sulitnya menjaga semangat untuk menyelesaikan karya yang telah memakan waktu bertahun-tahun. Dan ini bahkan tidak ada ¼ waktu yang dilalui oleh Nyoman Nuarta dalam menyelesaikan patung Garuda Wisnu Kencana,” ujar Aziz.

“Dengan film ini, kami ingin menunjukkan bahwa tidak semua hal baik harus dicapai dengan instan, malahan hal yang terbaik justru terkadang membutuhkan pengorbanan waktu yang sangat panjang. Hal ini jadi pengingat untuk kami sendiri agar tidak cepat puas dan hanya ingin dipuaskan oleh sesuatu yang datang dengan cepat.

 “Besar sekali harapan kami masyarakat di Indonesia dapat segera menyaksikan film Sculpting The Giant Indonesia. Kami sedang menunggu hasil seleksi beberapa festival di Indonesia dan Asia Tenggara dan setelahnya Sculpting The Giant akan tayang dan semoga mendapatkan apresiasi yang baik bagi para pecinta film di tanah air,” tutup Aziz.

Sculpting The Giant akan tayang perdana dalam rangkaian acara Vancouver International Film Festival yang diadakan dari tanggal 28 September hingga 8 Oktober 2023 dan menjadi satu-satunya film panjang perwakilan dari Indonesia yang tayang di ajang film internasional tersebut. (https://viff.org/whats-on/category/indonesia/)

“Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” Hantarkan Edwin Raih Golden Leopard

GayaKeren.idFilm garapan Edwin, “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” atau judul internasionalnya “Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash” membawa pulang Golden Leopard, hadiah utama dari sesi kompetisi internasional (Concorso Internazionale) yang diadakan oleh Locarno International Film Festival 2021. Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” bersaing dengan film terbaru Ethan Hawke, “Zeros and Ones” dan sejumlah film dari belahan dunia lainnya.

Edwin menjadi orang Indonesia pertama yang memenangkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi yang pernah dimenangkan oleh sutradara kaliber dunia seperti Stanley Kubrick, Mike Leigh, Jafar Panahi, Jim Jarmusch. Selain itu dalam lima tahun terakhir, baru kali ini film panjang Indonesia memenangkan hadiah utama di festival bergengsi Eropa.

Edwin mengatakan, “Penghargaan Golden Leopard ini semacam vaksin, booster, atau vitamin yang diharapkan mampu menguatkan kembali film Indonesia dan segenap jiwa raga pecinta film indonesia di manapun mereka berada.”

Diputar empat kali di Locarno International Film Festival 2021, film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” disambut meriah oleh para penonton dan kritikus internasional. Media hiburan Amerika tersohor Variety menulis, “Sebuah penghormatan untuk film laga Asia Tenggara tahun 1980-an yang dirancang sebagai kritik terhadap toxic masculinity”. Cineuropa, portal berita Eropa yang didedikasikan untuk sinema dan audiovisual memuji, “Romansa yang berkembang di film menyenangkan untuk ditonton, terutama karena Iteung (diperankan oleh Ladya Cheryl) juga seorang petarung, dan sangat bagus dalam hal itu.”

Film yang diadaptasi dari novel Eka Kurniawan ini dibintangi oleh Marthino Lio (berperan sebagai Ajo Kawir), Ladya Cheryl (Iteung), Reza Rahadian (Budi Baik), Ratu Felisha (Jelita) dan Sal Priadi (Tokek). Bercerita tentang Ajo Kawir, seorang jagoan yang tak takut mati. Hasratnya yang besar untuk bertarung didorong oleh sebuah rahasia ia impoten. Ketika berhadapan dengan seorang petarung perempuan tangguh bernama Iteung, Ajo babak belur hingga jungkir balik dia jatuh cinta.

Locarno Film Festival merupakan ajang film tahunan yang digelar setiap Agustus di Locarno, Swiss. Tahun ini adalah edisi ke 74 sejak didirikan pertama tahun 1946, menjadikannya salah satu festival film tertua di dunia. Terakhir kali pada 2019 film sutradara veteran Pedro Costa “Vitalina Varela” memenangkan Golden Leopard palam gelaran bergengsi ini. Ribuan fans film dan profesional industri bertemu di sini di setiap musim panas untuk berbagi kehausan mereka terhadap sinema dalam keberagamannya.

Berikutnya, film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” akan berpartisipasi pula di program Contemporary World Cinema, Toronto International Film Festival 2021. Di industri film Amerika, festival ini dianggap sebagai salah satu tolak ukur sebuah film untuk mendapatkan Oscar. Tahun ini festival film bergengsi tersebut akan berlangsung pada 9 sampai 18 September 2021.